Kamis, 03 September 2009

Perwujudan Amal di hari Akhir

Pada suatu hari Muadz bin Jabal duduk di dekat Nabi Saww di rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Muadz bertanya: “Ya Rasul Allah, apa yang dimaksud dengan ayat: Pada hari ditiupkan sangkakala dan kalian datang dalam bergolong-golongan?” (QS. Al-Naba; 18)

Beliau Saww menjawab: “Hai Muadz, kamu telah bertanya tentang sesuatu yang sangat berat.”

Beliau Saww memandang jauh seraya berkata: “Umatku akan dibangkitkan menjadi sepuluh golongan. Tuhan memilahkan mereka dari kaum muslimin dan mengubah bentuk mereka.

Sebagian mereka berbentuk monyet, sebagian lagi berbentuk babi, sebagian lagi berjalan terbalik dengan kaki di atas dan muka di bawah lalu diseret-seret, sebagian lagi buta merayap-merayap, sebagian lagi tuli-bisu tidak berpikir, sebagian lagi menjulurkan lidahnya yang mengeluarkan cairan yang menjijikkan semua orang, sebagian lagi mempunyai kaki dan tangan yang terpotong, sebagian lagi disalibkan pada tonggak-tonggak api, sebagian lagi punya bau yang lebih menyengat dari bangkai, sebagian lagi memakai jubah ketat yang mengoyak-koyakkan kulitnya.

“Adapun orang yang berbentuk monyet adalah para penyebar fitnah yang memecah belah masyarakat. Yang berbentuk babi adalah pemakan harta haram (seperti korupsi). Yang kepalanya terbailk adalah pemakan riba. Yang buta adalah penguasa yang zalim. Yang tuli dan bisu adalah orang yang takjub dengan amalnya sendiri. Yang menjulurkan lidahnya dengan sangat menjijikkan adalah para ulama atau hakim yang perbuatannya bertentangan dengan omongannya. Yang dipotong kaki dan tangannya adalah orang yang menyakiti tetangga. Yang disalibkan pada tiang api adalah para pembisik penguasa yang menjelekkan manusia yang lain. Yang baunya lebih menyengat dari bangkai adalah orang yang pekerjaannya hanya mengejar kesenangan jasmaniah dan tidak membayarkan hak Allah dalam hartanya. Yang dicekik oleh pakaiannya sendiri adalah orang yang sombong dan takabur.”

Hadis dikutip dari Tafsîr Majma’ Al-Bayân 10; 423

Menurut Syaikh Al-Akbar Ibn Arabi, semua makhluk berasal dari Tuhan dan akan kembali lagi kepada Tuhan. Dari Tuhan datang buah apel, kambing, dan manusia. Ketika kembali lagi kepada Tuhan, apel kembali sebagai apel, kambing sebagai kambing, dan manusia… belum tentu sebagai manusia lagi. Anda datang dari Tuhan sebagai manusia, tetapi boleh jadi kembali kepada-Nya sebagai babi, monyet, harimau, anjing, atau manusia dalam berbagai penampilannya.

Apa yang menentukan bentuk manusia ketika ia kembali kepada Tuhan? Menurut hadis di atas, seperti yang diperkuat oleh banyak ayat Al-Quran, yang menentukan bentuk kita sekarang dan juga nanti adalah amal-amal kita. Siapa kita sebenarnya akan kita ketahui ketika kita menghembuskan nafas terakhir.

ALLAH AWJ berfirman: Maka kami singkapkan tirai yang menutup matamu dan tiba-tiba matamu hari ini menjadi sangat tajam. (QS. Qaf; 22) Pada pandangan orang–orang salih, bentuk sejati kita itu mungkin sekarang pun sudah tampak.

Imam Ja’far Ash Shodiq Asmemperlihatkan kepada Abul Bashir betapa banyaknya binatang berputar sekitar Ka’bah. Manusia sedikit sekali dan tampak sebagai kilatan cahaya.

Al-Ghazali memaparkan bahwa manusia mempunyai dua macam mata; mata lahir (bashar) dan mata batin (bashirah). Dengan mata lahir, ketika melihat bentuk lahir kita, yang sebetulnya terlihat hanyalah penampakan dari bentuk kita sebenarnya, penampilan dari bentuk batiniah kita. Ia bukan jati diri kita. Ia hanyalah bayang-bayang dari diri kita. Dengan mata batin, kita dapat melihat jati diri kita. Dengan bashirah, kita melihat diri kita yang sebenarnya. Dengan menggunakan istilah Al-Ghazali, bashar hanya melihat khalq (fisik), sedangkan bashirah melihat khuluq (wujud ruhani). Dari kata khuluq dibentuk kata plural akhlaq. Inilah yang kemudian masuk ke dalam kamus bahasa Indonesia sebagai akhlak. Sekarang setelah akhlak ditambahkan kata karimah (mulia), padahal tidak semua akhlak itu mulia.

Jadi akhlak adalah wujud ruhaniah kita. Dengan wujud itulah kita kembali kepada Tuhan. Dengan wujud itu juga kita akan dibangkitkan. Yang menentukan akhlak tentu saja adalah amal-amal kita. Dengan amal salih, kita memperindah wujud ruhaniah kita. Dengan amal-amal buruk kita memperjelek wujud ruhaniah kita. Bila Al-Ghazali menyebut wujud ruhaniah kita itu sebagai akhlaq, Al-Quran menyebut wujud ruhaniah kita itu sebagai hati. Wujud ruhaniah yang buruk disebut sebagai hati yang sakit atau bahkan hati yang mati.

QS Al Baqoroh ayat 74 :
“Kemudian keraslah hati mereka sesudah itu, seperti bebatuan bahkan lebih keras lagi dari itu.”

QS An Nisa Ayat 155 :
“Adapun orang yang dalam hatinya ada penyakit, lalu kotoran ditambahkan di atas kotoran mereka lagi dan mereka mati dalam keadaan kafir.”

QS Al Jatsiyyah ayat 23 :
“Tidakkah kamu perhatikan orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai Tuhan dan Allah menyesatkannya dengan pengetahuan dan menutup pendengarannya dan hatinya dan menjadikan penutup pada pandangannya. Siapa lagi yang memberikan petunjuk setelah Allah. Tidakkah kamu mengambil peringatan.”

Hadis-hadis berikut menjelaskan; ada empat hal yang mematikan hati –berbuat dosa setelah berbuat dosa, banyak berkencan dengan lawan jenis, berdebat dengan orang bodoh, kamu berkata dan ia berkata tetapi tidak kembali pada kebaikan, dan bergaul dengan mayat. Ditanyakan kepada beliau: “Ya Rasul Allah, apakah itu bergaul dengan mayat.”

Baginda Suci Saww bersabda: “Bergaul dengan orang kaya yang hidup mewah.” (Bihâr Al-Anwâr 73:137)

Tidak akan tegak iman sebelum tegak hati. Dan tidak tegak hati sebelum tegak lidahnya. (Bihâr Al-Anwâr 71:78)

Tidak ada yang lebih merusakkan hati selain kemaksiatan. Jika hati terus-menerus melakukan kesalahan, kesalahan itu akan menguasai hatinya dan terbaliklah hati itu, yang atas menjadi yang bawah. (Dirâsat Al-Akhlâq).

Secara singkat, wujud batiniah kita, akhlak kita, hati kita dibentuk oleh amal-amal yang kita lakukan. Manusia memliki potensi yang luar biasa untuk menjadi apa saja, sejak binatang yang paling rendah sampai kepada malaikat yang didekatkan kepada Allah. Tidak henti-hentinya jati diri kita ini berubah sesuai dengan perubahan amal-amal kita. Sambil mengutip kaum eksistensialis, kita terlempar ke dunia ini tanpa kita rencanakan. Tiba-tiba kita sudah berada di sini.

Dalam tasawuf, mewujudkan jati diri kita dengan amal itu disebut sebagai tajassum ‘amal.


Para ulama menyebut perwujudan diri kita sebagai buah amal itu sebagai tajassum al-‘amal dalam maknanya yang pertama. Makna kedua dari tajassum al-‘amal dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi berikut ini:

Qais bin Ashim meminta nasihat Rasulullah saw. Beliau Saww bersabda :
“Hai Qais, pastilah kamu punya kawan yang dikuburkan bersama kamu tapi dia hidup dan kamu dikuburkan bersamanya dan kau dalam keadaan mati. Jika ia mulia, ia akan memuliakan kamu. Jika ia keji, ia akan menyerahkan kamu. Ia tidak akan dihimpunkan kecuali bersamamu, tidak akan dibangkitkan kecuali bersamamu, dan kamu tidak akan ditanya kecuali tentang dia itu. Jadikanlah dia itu baik, sebab jika dia baik kamu akan merindukannya. Jika dia rusak, kamu akan ketakutan kepadanya. Ketahuilah dia itu perbuatanmu.” (Bihâr Al-Anwâr 71:64).

Pada suatu hari, ketika Nabi saw duduk di samping Aisyah, seorang Yahudi lewat. Ia mengejek Nabi dengan memplesetkan ucapan salam: “Sâm ‘alaikum; artinya, matilah kamu.” Nabi menjawab: “Wa ‘Alaikum. Juga bagimu.” Lewat lagi Yahudi yang kedua mengucapkan hal yang sama. Nabi juga memberikan jawaban yang sama. Kejadian ini berulang sampai tiga kali. Aisyah tidak tahan. Ia menghardik Yahudi itu: “Hai anak-anak monyet dan babi!” Aisyah tidak salah bila merujuk pada Al-Maidah ayat 60: Dia jadikan sebagian mereka monyet dan babi.

Air muka Nabi berubah: “Hai Aisyah, mengapa kaumaki mereka?” Aisyah menjawab: “Mereka bersekongkol, ya Rasul Allah. Giliran seorang demi seorang lewat hanya untuk mengucapkan: Matilah kamu.” Rasulullah saw bersabda: “Bukankah aku sudah jawab mereka dengan ucapan: Juga bagimu. Tidakkah kamu ketahui bahwa ucapan kita dan amal kita itu akan berwujud menjadi makhluk? Makian yang kita ucapkan akan menjadi makhluk yang mengerikan dan dibangkitkan bersama manusia pada hari kiamat.” (Mazhahiri, Jihâd Al-Nafs; 116).

Dalam hadis yang lain, amal itu bukan saja muncul pada hari akhirat tetapi juga ketika manusia masuk ke alam kubur:

* Apabila seorang hamba yang mukmin masuk ke dalam kubur, kuburan itu berkata, “Selamat datang. Demi Allah, sungguh aku dulu sangat mencintaimu ketika engkau berjalan di atas punggungku. Apatah lagi ketika engkau memasuki perutku. Sebentar lagi kamu akan menyaksikannya.” Lalu dibukakan kepadanya kuburan itu seluas pandangan mata. Dibukakan baginya pintu untuk melihat surga. Setelah itu keluarlah orang yang belum pernah matanya menyaksikan yang lebih indah dari dia. Ia berkata, “Hai hamba Allah, belum pernah aku melihat yang lebih indah dari kamu.” Orang itu menjawab, “Aku adalah pikiranmu yang indah yang engkau pernah miliki dan amalmu yang salih yang pernah engkau lakukan.” Lalu ruhnya diambil dan diletakkan di surga di tempat ia menyaksikan rumahnya. Kemudian dikatakan kepadanya: “Tidurlah dengan tentram.” Tidak henti-hentinya hembusan surga mengenai tubuhnya yang ia rasakan kenikmatan keharumannya sampai dia dibangkitkan.

* Bila seorang kafir masuk ke dalam kubur, kuburan itu berkata, “Tak ada selamat datang bagimu. Demi Allah, dahulu aku membencimu ketika kau berjalan di punggungku. Apatah lagi ketika kamu masuk ke dalam perutku. Sebentar lagi kamu akan menyaksikannya.” Lalu kuburan itu menghimpitnya dan menjadikannya pecah berderai. Kemudian dikembalikan lagi kepada keadaannya semula dan dibukakan baginya pintu ke arah neraka sehingga ia menyaksikan tempatnya di neraka. Kemudian keluarlah dari pintu itu seseorang yang paling jelek yang pernah ia lihat. Ia bertanya, “Hai hamba Allah, siapakah kamu? Aku tidak pernah melihat muka yang lebih buruk dari muka kamu.” Ia menjawab, “Aku adalah amal buruk yang kamu lakukan dan pikiranmu yang buruk.” Kemudian diambil ruhnya dan diletakkan di satu tempat ketika ia melihat tempatnya di neraka dan tidak henti-hentinya dihembuskan dari neraka hembusan yang menjilati tubuhnya, dan ia merasakan kepedihan dan panasnya sampai hari dibangkitkan. Allah memerintahkan 99 ular yang menghembus-hembus ruhnya. Sekiranya satu hembusan saja dihembuskan di atas punggung bumi, tidak ada satu tumbuhan pun yang hidup. (Furu’ Al-Kafi, 3:11).

Tentu saja sebagaimana amal buruk menjadi makhluk buruk dan menakutkan, maka amal-amal baik akan menjadi makhluk yang indah dan membahagiakan. Kita akan menyaksikan amal-amal kita dihadirkan di depan kita. Tuhan berfirman: “Apa saja yang sudah kamu lakukan buat dirimu berupa kebaikan akan kamu dapatkan di sisi Allah.

Sesungguhnya Allah melihat apa yang kamu lakukan.” (QS. Al-Baqarah; 110);

0 komentar:

Posting Komentar

Love is...
© The Other side - Template by Blogger Sablonlari - Font by Fontspace